IDM - Serangan membabi buta yang
melampaui batas-batas nilai
kemanusian kembali dirasakan kaum
muslimin. Saat ini, perlakuan buruk
itu tengah dirasakan kaum muslimin
di Republik Afrika Tengah (Center
Africa Republic). Kondisi kaum
muslimin di sana sangat memilukan.
Mereka dibunuh dengan cara yang
biadab kemudian bangkai mereka
dimakan, masjid dan rumah-rumah
dibakar, harta mereka dijarah,
sementara itu para muslimah
diperkosa kemudian dibunuh.
Pembantaian besar-besaran kaum
muslimin ini dilakukan oleh milisi
kristen anti-Balaka.
Milisi kristen bergerak dari daerah
yang satu ke daerah yang lain untuk
melancarkan aksi brutalnya. Hingga
dilaporkan kaum muslimin di Afrika
Tengah hampir tak tersisa.
Website
BBC edisi Senin 17 Februari 2014
mengabarkan bahwa pasukan Afrika
di bawah Misi Bantuan Internasional
untuk Republik Afrika Tengah (The
International Support Mission for
Central African Republic – MISCA)
berhasil mengevakuasi sekitar 2.000
orang muslim yang melarikan diri
dari negerinya ke Kamerun. Mereka
lari menyelamatkan diri dari
serangan milisi Kristen.
Koresponden
BBC Cabang Hausa yang menyertai
tentara Rwanda mengatakan bahwa
konvoi yang membawa para
pengungsi diserang oleh milisi anti
Balaka menggunakan senapan,
tombak, panah, pisau, batu, dan
pedang.
Aksi kejam milisi kristen ini bermula
ketika kaum muslimin di Bangui,
dituduh bersekongkol dengan
pemberontak Seleka.
Pemberontak
Seleka adalah kelompok pejuang
Muslimin yang telah berhasil
mengepung kota Bangui dan
menggulingkan pemerintahan Bozize
pada awal tahun 2013. Kemudian
setelah Francois Bozize tergulingkan,
mereka mendaulat Michel Djotodia,
seorang muslim, sebagai presiden.
Padahal, kebijakan yang dibuat
Michel Djotodia tidak sepenuhnya
berpihak pada kaum muslimin.
Serangan dari milisi kristen semakin
bertambah sejak Catherin Samba-
Panza, walikota Bangui dilantik
sebagai presiden menggantikan
Michael Djotodia yang
mengundurkan diri karena
mendapat tekanan dari berbagai
pihak, baik regional maupun
internasinal.“Kami tidak berniat
membunuh Muslim, tetapi kita
kemudian menyadari bahwa begitu
banyak umat Islam di negara itu yang
mendukung pemberontak Seleka,”
kata Alfred Legrald Ngaya kepada
Anadolu Agency dalam sebuah
wawancara eksklusif yang dilakukan
di Boyirab Township di pinggiran
ibukota Bangui.
Dunia Bungkam
Seperti biasa, dunia internasional
bungkam menyaksikan perlakuan
keji yang dialami kaum muslimin.
Para aktifis HAM seolah kehilangan
taringnnya ketika hak-hak kaum
muslimin yang terlanggar.
Hal Ini
berbanding terbalik dengan
perlakuan mereka pada non-Muslim.
Begitun pun PBB dengan badan
keamanannya. Tak ada yang mereka
lakukan untuk menghentikan
pembantaian kaum muslimin di
Afrika Tengah.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon
awal bulan hanya berkomentar basa
basi, memperingatkan bahwa
konflik agama di Afrika Tengah
berpotensi membelah negara itu
menjadi dua kubu, Islam dan Kristen.
"Warga Muslim dan Kristen dibunuh
dan dipaksa mengungsi. Kebrutalan
sektarian ini mengubah demografi
negara tersebut,"
katanya.Pembantaian terhadap kaum
muslimin terjadi hingga hari ini,
namun negeri-negeri kaum muslimin
pun tak bereaksi apa-apa melihat
saudaranya diperlakukan seperti itu.
Padahal jika seluruh negeri-negeri
kaum muslimin bersatu, akan
terkumpul kekuatan yang besar
untuk melawan setiap kelompok/
milisi yang melakukan pembantai
terhadap kaum muslim.
Ukhuwah (persatuan) Islam lambat
laun terkikis dengan adanya
nasionalisme yang menyekat-nyekat
kaum muslimin dengan rasa
kebangsaan dan kenegaraannya.
Merasa tak ada hubungan dengan
kepentingan nasional, para penguasa
negeri muslim pun tak ambil pusing.
Hilang sudah makna hadits dalam
benak-benak umat islam yang
menyebutkan bahwa kaum
mukminin laksana satu tubuh.
Karena itu, wajar saja bila kaum
muslimin kerap menjadi sasaran
empuk bangsa imperialis, meski
jumlah umat muslim di dunia lebih
dari 1,5 milyar.
Hal lain yang menyebabkan seringnya
kaum muslimin mendapat perlakuan
buruk bahkan keji, adalah karena
saat ini umat islam tak memiliki
seorang pemimpin yang menjaga
dan melindungi hak-hak mereka
seperti ketika daulah khilafah Islam
dalam kepemimpinan seorang
khalifah masih tegak.
Dahulu, di masa keemasan Islam, ada
seorang teladan abadi sepanjang
masa. Dia adalah khalifah al-Mu’tasim,
khalifah Bani Abbasiyah (833-842
Masehi). Dialah yang menyambut
seruan seorang muslimah yang
dilecehkan tentara Romawi dengan
mengirimkan pasukan untuk
menyerbu kota Ammuriah, kawasan
Turki saat ini dan melibas seluruh
tentara kafir Romawi di sana.
Disebutkan dalam sejarah, ketika itu
sang muslimah sedang berbelanja di
sebuah pasar di kawasan negeri di
bawah kekuasaan Romawi. Di saat
sedang berjalan itulah, sang
muslimah diganggu oleh seorang
lelaki Romawi dengan menyentuh
ujung jilbabnya hingga dia secara
spontan berteriak : “Wa
Mu’tashamah….!!!” Yang juga berarti
“Dimana kau Mu’tasim…Tolonglah
Aku”
Tak menunggu waktu lama, Al
Mu'tasim menyambut seruan itu
dengan menyiapkan puluhan ribu
tentara mulai dari gerbang ibukota di
Baghdad hingga ujungnya mencapai
kota Ammuriah. Pembelaan kepada
muslimah ini sekaligus dimaksudkan
oleh khalifah sebagai pembebasan
Ammuriah dari jajahan Romawi.
Seperti itulah harusnya seorang
pemimpin melindungi rakyatnya. Jika
untuk membela seorang muslimah
saja khalifah mampu menyiapkan
tentara yang begitu banyak,
bagaimana jika jutaan nyawa kaum
muslimin yang menjadi taruhannya?
Melihat fakta di atas, tak ada pilihan
lain bagi seorang muslim kecuali
mendambakan dan
memperjuangkan agar daulah
khilafahIslam kembali tegak. Hingga
seluruh negeri-negeri kaum muslimin
bisa bersatu dan seluruh kaum
muslimin memiliki seorang perisai
yang akan melindunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar