Jumat, Februari 28, 2014

Menyalahkan Takdir

Pada lain kesempatan, Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah ditanya:
 "Jika perbuatanku termasuk takdir Allah, bagaimana aku dihukum karena maksiat, padahal itu termasuk takdir Allah?"
 Jawab:
 Anda tidak boleh berhujjah dengan takdir dalam hal maksiat kepada Allah. Karena Allah TIDAK PERNAH MEMAKSA ANDA untuk melakukan kemaksiatan. Ketika anda melakukannya, anda tidak mengetahui kalau itu telah ditakdirkan kepada anda. Manusia tidak pernah mengetahui takdirnya kecuali setelah terjadi. Kenapa sebelum anda melakukan maksiat, anda tidak memperkirakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mentakdirkan bagi anda ketaatan, sehingga anda melakukan ketaatan (bukan kemaksiatan)?
 Sebagaimana anda dalam urusan keduniaan,
anda berusaha untuk melakukan sesuatu yang anda anggap baik dan menjauhi yang anda anggap jelek. Kenapa anda tidak melakukan hal yang sama dalam masalah akhirat?
 Saya tidak percaya ada orang yang memilih jalan yang sulit (berbahaya) kemudian mengatakan ini telah ditakdirkan kepada saya. Sebaliknya, dia pasti memilih jalan yang mudah dan AMAN.
 Ini tidak berbeda dengan orang yang mengatakan kepada anda bahwa Surga memiliki jalan; dan Neraka juga memiliki jalan. Jika anda menempuh jalan Neraka, maka anda seperti orang yang menempuh jalan berbahaya dan menakutkan. Kenapa anda RELA menempuh jalan Neraka dan MENINGGALKAN jalan yang penuh kenikmatan (Surga)?
 Seandainya manusia boleh memiliki hujjah (alasan) melakukan kemaksiatan dengan takdir, maka hujjah ini menjadi GUGUR dengan diutusnya Rasul, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
 "(Mereka Kami utus) Selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan PEMBERI PERINGATAN agar supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu." (An-Nisaa': 165)
 (Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin, 2/80. Dengan diringkas)
 Sebagai tambahan, telah terdapat keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyanjung Rabb-nya dengan mensucikan-Nya dari keburukkan, dalam ucapan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam:
“… Aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati, kebaikan seluruhnya ada di kedua tangan-Mu, dan KEBURUKAN TIDAKLAH DINISBATKAN kepada-Mu. Aku berlindung dan bersandar kepada-Mu, Mahasuci Engkau dan Mahatinggi…” (HR. Muslim, No. 771).
 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
 "Sesungguhnya, ketika Nabi Adam Alaihissalam melakukan dosa, maka ia bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnya dan memberi petunjuk kepadanya. Sedangkan Iblis, ia TETAP MENERUSKAN DOSA dan menghujat, maka Allah melaknat dan mengusirnya. Barangsiapa yang bertaubat (dengan menyesali dan meninggalkan dosanya), maka ia sesuai dengan sifat Nabi Adam Alaihissalam, dan barangsiapa yang MENERUSKAN DOSANYA serta BERDALIH DENGAN TAKDIR, ia sesuai dengan sifat Iblis. Maka orang-orang yang berbahagia akan mengikuti bapak mereka dan orang-orang yang celaka akan mengikuti musuh mereka, Iblis." (Majmu’ul Fatawa, VIII/64)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates